Jumat, 28 Agustus 2009

Tentang Tidur

Tidur, Rahasia dan Etikanya (1)
Selasa, 28 Juli 09

Tidur merupakan salah satu tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala. Tidur merupakan nikmat di antara nikmat-nikmat yang dikaruniakan kepada hamba-hambaNya. Tidur adalah kebutuhan primer kehidupan ini.

Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.” (QS. ar-Ruum:23)

“Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan malam supaya mereka beristirahat padanya dan siang yang menerangi Sesungguhnya pada demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”. (QS. an-Naml: 86)

Istirahat, ketenangan, hilangnya rasa lelah dan kesulitan, serta semangat dan kekuatan dapat terpenuhi dengan tidur. Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha”. (QS. 25:47)
“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malammu sebagai pakaian,” (QS. an-Naba’: 9-10)

Islam merupakan agama yang memiliki kesempurnaan ajaran dan syari’at. Di antara contohnya adalah Islam memiliki perhatian terhadap manusia di dalam semua fase yang dilaluinya dan seluruh sisi kehidupannya, tidak terkecuali tentang tidur yang dialami oleh manusia sekitar sepertiga hidupnya. Bahkan Islam juga menyinggung tentang etika-etika dan sunnah-sunnahnya. Siapa pun yang mengambilnya, niscaya akan terealisasi di dalam tidurnya berupa ketenangan, istirahat, kenyamanan, kedamaian, dan menjauhkan dari kegelisahan dan keletihan.

Adapun Etika-Etika dan Sunnah-Sunnah Tidur Terbagi Menjadi Dua Bagian :

Pertama, Sunnah dan etika yang berupa ucapan dan perbuatan ketika hendak tidur dan berbaring di atas kasur, yakni:

  • Anjuran tidur lebih awal dan peringatan agar tidak begadang tanpa suatu keperluan.

    Di dalam hadits Abu Barzah disebutkan bahwa “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyukai tidur sebelum Isya dan berbicara (ngobrol) setelahnya.” (HR. al-Bukhari, hal.568 dan Muslim, hal.647)

    Al-Hafizh rahimahullah berkata, “Hal itu, karena tidur sebelum Isya dapat menyebabkan terlewatnya waktu shalat Isya dan terlewatnya waktu yang utama. Sedangkan ngobrol setelahnya dapat menyebabkan seseorang ‘kebablasan’ shalat subuhnya atau waktu yang utama ataupun shalat malam. Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu pernah menyinggung tentang hal ini kepada orang-orang, seraya berkata, “Apakah ngobrol di awal malam, dan tidur di akhirnya?.” (lihat: fathu al-Bari 2/73)

    Adapun mengobrol (begadang) untuk suatu keperluan, maka hal itu dibolehkan. Dari Umar bin Khattab, dia berkata, “Adalah Rasulullah berbincang-bincang dengan Abu Bakar dalam salah satu perkara kaum muslimin, sedangkan saya bersama keduanya.” (HR. at-Tirmidzi, hal.154)

    At-Tirmidzi berkata, “Para Ulama dari kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Tabi’in dan orang-orang setelahnya berbeda pendapat dalam masalah bercakap-cakap setelah shalat Isya. Sebagian mereka menganggap bahwa hal tersebut hukumnya adalah makruh. Sebagian lainnya memberikan rukhshah (dispensasi) selama dalam konteks menuntut ilmu dan suatu keperluan. Bahkan hal tersebut adalah pendapat mayoritas Ahlul Hadits.

  • Berwudhu ketika hendak tidur.

    Dari al-Bara’ bin ‘Azib, dia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila kamu hendak mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah seperti wudhu shalat, kemudian berbaringlah di atas bagian tubuhmu yang sebelah kanan.” (HR. al-Bukhari, hal.247 dan Muslim, hal.2710.)

    Jika seseorang dalam keadaan junub, maka disunnahkan baginya untuk mandi sebelum tidur, dan jika dia tidak mendapatkan kemudahan untuk mandi, maka dia mendapat keringanan cukup dengan berwudhu. Di dalam hadits Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu, bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah boleh seseorang tidur, sedang ia dalam keadaan junub?” Beliau menjawab, “Iya, jika salah seorang di antara kalian berwudhu, maka tidurlah meskipun dalam keadaan junub.” (HR. al-Bukhari, hal.286 dan Muslim, hal. 305.)

  • Shalat witir sebelum tidur

    Shalat witir di akhir malam lebih utama bagi yang meyakini bahwa dirinya akan bangun di akhir malam. Adapun bagi yang khawatir tidak dapat bangun di akhir malam, maka hendaklah shalat witir sebelum tidur. Sebagaimana terdapat di dalam hadits Jabir, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa khawatir dirinya tidak dapat bangun di akhir malam, maka hendaklah ia shalat witir di awal malam, dan barangsiapa yakin akan bangun di akhir malam, maka hendaklah ia shalat witir di akhir malam, karena sesungguhnya shalat di akhir malam akan disaksikan (oleh para malaikat) dan hal itu lebih utama.” (HR. Muslim, hal.755)

    Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata, aku pernah diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tiga perkara, “Puasa tiga hari setiap bulannya, dua raka’at dhuha, dan shalat witir sebelum aku tidur.” (HR. al-Bukhari, hal.731 dan Muslim, hal.1178)

  • Membersihkan Kasur/ tempat tidur sebelum tidur

    Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian mendatangi tempat tidurnya, maka hendaklah ia mengambil ujung sarungnya, kemudian dia bersihkan kasurnya dengannya, dan hendaklah ia mengucapkan bismillah, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui apa yang terjadi setelahnya di atas tempat tidurnya. Dan apabila hendak berbaring, maka hendaklah ia berbaring di atas bagian tubuhnya sebelah kanan.” (HR. al-Bukhari, hal.6320, dan Muslim, hal.22714)

  • Berbaring di atas bagian tubuh sebelah kanan

    Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh hadits Abu Hurairah dan Hadits al-Bara’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhuma yang telah disebutkan

  • Meletakkan tangan kanan di bawah pipi.

    Dari Ummul Mukminin Hafshah radhiallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila hendak tidur, beliau meletakkan tangan kanannya di bawah pipinya seraya berdoa,

    اللَّهُمَّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ،


    “Ya Allah, lindungilah aku dari Siksamu pada hari Engkau bangkitkan hamba-hambaMu, 3X.” (HR. Abu Daud, hal.5045).

    Dari Huzaifah radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila hendak tidur di waktu malam, beliau meletakkan tangannya di bawah pipinya seraya berdoa,

    اللَّهُمَّ بِاسْمِكَ أَمُوتُ وَأَحْيَا


    “Ya Allah, dengan namaMu aku mati dan hidup”.

    Dan jika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bangun tidur, berdoa,

    الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ


    “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah Dia mematikan kami, dan kepadaNya lah tempat kembali.” (HR. al-Bukhari, hal.6314)

  • Makruh tidur di atas perut (tengkurap)

    Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seorang lelaki berbaring tengkurap seraya berkata, “Sesungguhnya berbaring seperti ini tidak disukai Allah.” (HR. at-Tirmidzi, hal.2692).


Bersambung pada edisi yang lain… Insya Allah

Oleh : Abu Nabiel Muhammad Ruliyandi
Sumber: An-Naumu, Asroruhu Wa Adabuhu, DR. Muhammad Bin Abdullah al-Qannash.

1 komentar: